Catatan Akhir Oktober 2019



31 Oktober 2019

Alhamdulillah.
Allah Maha Baik ya, Mas.
Aku belum pernah selega ini sekarang. Rasa-rasanya aku memang perlu lebih banyak mengungkapkan banyak hal seperti tadi malam. It's more healty for me, Ini jauh lebih sehat untuk psikisku ketimbang terlalu banyak memendam, untukmu juga mungkin. You know it better than me. You have learned Psycology.

Sebenarnya, masih banyak hal yang ingin aku bicarakan, rupanya satu setengah jam terlalu sempit untuk kita yang terlalu lama tak bicara. Untuk semua yang ku tumpahkan malam itu, terimakasih telah mendengar. Dan untuk semua jawaban, terimakasih untuk waktu yang kau luangkan.

I have been so long waiting up for your decision about this obscurity. Dan sebenarnya aku kecewa. Ranah pembicaraanku malam itu jauh dari sekedar... 'jalani saja'.

Setiap kali mataku memanas dan suaraku mulai bergetar, aku berusaha sekuat tenaga untuk bisa tenang. Jangan. Jangan sampai aku meluap-luap. Jangan sampai aku menangis sekarang. Aku tidak mau kau merasa bersalah. Aku sudah menyiapkan keberanian ini selama bertahun-tahun lamanya. Aku harus kuat. Apapun yang kau katakan.Meski pada kenyataannya, aku sungguh ingin bisa dengan nyaman menangis dihadapanmu, Mas.

Sayang sekali, aku bukan tipe orang yang dengan mudah begitu saja merespon pendapat seseorang. Ketika aku mendengarkan, otakku sibuk menyerap, menyergap setiap detail kata, menemukan rumusan masalah, menganalisis, membuat hipotesis (kok kayak makalah sih), terus.. hingga aku sampai pada kesimpulanku sendiri. Orang-orang yang baru mengenalku, selalu bilang aku begitu pendiam. Satu yang mereka tidak tau. Otakku, berisik. Sangat berisik. Dan hanya mereka yang dekat, yang mampu mendengarnya--dalam artian lain, tentu saja.

Maybe it's why, terkadang aku sangat meluap-luap ketika aku menulis. Tumpah ruah perasaan dan pemikiranku disana.

Tentang aku yang katamu baik.
Entah mengapa setiap kau bilang aku baik, aku justru merasa sebaliknya. Semakin kau bilang aku baik, semakin aku merasa gagal menjadi orang baik. Gagal menjadi orang baik yang membuat orang-orang disekitarnya merasa baik. Khususnya, orang-orang terdekat, yang ku sayang. Kau, tak terkecuali.

Masih jelas dalam ingatku, ini bukan pertama kali kau merasa tidak pantas, mengganggap aku terlalu baik, memandang dirimu begitu buruk, lantas enggan melangkah beriringan lagi. Aku ingat betul kapan pertama kali kau ucapkan padaku tetang hal itu, dan sejak detik itu, aku benci setiap orang yang menjauh atau memilih pergi dengan alasan aku terlalu baik. It's not a reason. Really bad for a reason. It doesn't make sense. Kamu kenal aku, Mas. Kita sudah pernah bahas ini. Aku tidak peduli. Aku terima apa adanya dirimu. Kamu tau itu.

Kadang aku berpikir,
Apa itu caramu mengatakan 'tidak'? Mengapa tidak langsung kau katakan saja? Atau memang bukan ini sebenar-benarnya alasan? Benar?

Aku senang kamu punya banyak teman disana. Baik laki-laki atau perempuan. Aku senang ada banyak orang yang menemanimu melakukan hal-hal yang kamu suka, yang belum mampu ku lakukan bersamamu sekarang. Jangan tanya aku cemburu atau tidak. Kamu tau jawabannya. Tapi perasaan tidak penting lagi, bukan? Jadi tak usah risau. Lakukan apa yang kamu suka.

Kalau kamu memang merasa belum pantas, akupun sama. Lantas mengapa tidak kita berbenah bersama? tanpa harus merasa 'berubah untuk seseorang'--yang katanya kamu merasa bukan dirimu seutuhnya? aku sama sekali tidak keberatan. Aku masih punya dua tahun sampai aku lulus kuliah, Insyaa Allah. Kita bisa gunakan 2 tahun itu untuk mempersiapkan segalanya. Mental, ilmu, tabungan, semua. Tapi itu.... Jika memang kamu mau serius, Mas. Jika memang kamu berniat untuk 'berkomitment'. Tapi mendengar jawabmu, rasanya tidak. Kau masih belum siap. Belum mampu tegas mengambil sikap dan keputusan. Maaf, harus ku katakan.

Tolong jangan berkecil hati. Itu mengapa aku berbicara padamu sekarang. Aku ingin kau tau bahwa aku mengulurkan tanganku padamu sekarang. Kau sambut atau tidak, itu keputusanmu. Aku hanya tidak ingin menyesal suatu hari nanti. Kepadamu, telah ku teguhkan hati ini. Telah ku perjuangkan hubungan ini. Selebihnya, aku berpasrah. Biar Allah yang urus hatiku, dan hatimu saja.

You said, you live for today, Mas. Me too.
Tapi entah mengapa aku merasa ada presepsi yang sedikit berbeda diantara kita. But that's okey. Hanya saja, untukku, fokus pada ada yang kulakukan hari ini bukan berarti aku melupakan masa depan. Dan memikirkan masa depan, bukan berarti aku lupa untuk hidup hari ini dengan sebaik-baiknya. Hidup akan lebih bermakna ketika aku memiliki tujuan. Dan tujuan itu ada dimasa depan. Apa yang kulakukan hari ini tidak akan pernah lepas dari apa yang menjadi tujuanku sekarang. Aku bisa hidup sebaik-baiknya hari ini ketika aku tau apa yang aku inginkan di masa depan. Dan tentu saja, semua itu tak lepas dari kuasa-Nya. Dan ini adalah sebagian alasan mengapa aku mempertanyakan kejelasan dari semua ini padamu. Wanita selalu butuh kepastian. Begitu kata orang-orang.

Dan soal blogku.

Aku tersenyum mendengar omelanmu. 'Kenapa di blog???. Padahal bisa diterbitin di media pakai nama kamu, Intan, Diamond, shine bright like a diamond..' Hahaa. Ya udah si mas, terserah aku. :D

Because actually, I'm very private person. Sometimes, I just share something directly to people who I want to share. Although, what did he/she knows that I shared it to another too. I used whatsapp facility, to private my story, or another way. I just publish to public when I'm sure I can impact people with my story, my poem, that's actually very full of sense--if you see.

Seperti yang pernah ku ceritakan di postingan beberapa bulan lalu, ketika pada akhirnya aku memutuskan berhenti menulis di sebuah akun media sosial dengan nama penaku dan memilih untuk kembali ke blog ini. Hahaa.. Ya, Aku kembali. Blog ini, tak banyak yang mampir kesini, bahkan mungkin tidak ada kecuali ku share link. Dan ketika ku share link postingan blog, di story misalnya, hanya orang-orang yang ingin ku tunjukan kepada mereka saja storyku kubagikan. Biasanya jumlahnya tak lebih dari 10 orang. Bahkan kadang satu atau 2 orang saja (Kalau ini pasti private dan menyangkut langsung perasaan). Jadi, jika kau baca blog ini, ku ucapkan.. Selamat datang di Galeri aksara pribadiku!

Dan ketika kau baca tulisan ini, percayalah, aku terlah berfikir berulang kali sebelum mempostingnya. Entah ku kirimkan padamu atau tidak, itu menjadi keputusanku saja. Selagi tulisan ini ada, dan kau sampai pada paragraf ini sekarang, maka bacalah.

Ya.. Begitu saja.
Aku pun bingung harus bagaimana lagi sekarang. Entah kau yang tak tegas, atau aku yang tak sabaran. Aku pasrah. Dan aku............ rasanya ingin menjauh saja. Aku takut membebanimu. Semoga kau selalu berbahagia dengan jalan dan keputusanmu. Aku, biarlah begini aku. Aku mau jadi lebih baik. Aku mau terus memperbaiki diri. Terus lebih baik lagi. Semoga kau juga. Mudah-mudahan Allah melindungimu, selalu.



Catatan Akhir Oktober,
2019


Tertuju untuk kamu.

0 Komentar