Apa kabar? Sedang apa? Kau dimana? Bagaimana harimu? Masih suka tidur larut malam? Shubuhmu tidak lagi terlewat, kan? Bagaimana kabar Abah? Ibu? Adek? Kakak? Bagaimana rasanya jadi paman? Pasti bangga dan haru menyelimuti hatimu. Selamat, ya..
Ah, iya, aku ingin memberitahumu bahwa aku baik-baik saja. Jangan risaukan tangisku tadi malam. Aku memang cengeng soal merindukanmu. Iya, aku merindukanmu. Teramat merindukanmu. Aku masih terus belajar untuk berserah. Entah kisah ini berakhir dengan untaian bunga ataupun derai air mata, aku ingin menerimanya dengan segenap keikhlasan.
Aku ingin kau berbahagia. Dan aku ingin berbahagia atas bahagiamu, Mas.
Maaf aku menghindarimu. Sungguh, bukan keputusan yang sederhana. Memutus segala media yang berhubungan denganmu. Menjeruji rasa ingin tau ku tentang kabarmu. Namun, ada rasa sakit yang tak bisa lagi ku tolerir. Ada kekecewaan yang terlalu deras mengalir. Aku benci ketidaktegasanmu. Aku benci ketidakberdayaanku. Aku benci diriku yang membenci semua itu.
Cukup.
Aku hanya tidak ingin berprasangka buruk lagi padamu. Aku terlampau takut mengimbuhi beban pada hari-harimu yang berat itu. Kuatlah. Aku yakin kau mampu. Kau tak pernah luput dalam doaku.
Izinkan aku menyulam pintaku dalam doa. Berharap kau mendengarnya disana. Berharap Tuhan bermurah kasih menyatukan dua hati dengan ke-Maha Besarannya. Ia yang Maha Mengetahui kebenaran rasa. Hanya pada-Nya lah aku berserah.
Semoga, ruang ini mengajarkan kita banyak arti.
Semoga, waktu ini memacu kita untuk terus berbenah diri.
Semoga, rindu ini lekas menemukan tuannya.
Semoga, hati ini lekas menemukan rumahnya.
Semoga,
dalam ketiadaan,
kita saling menemukan.
Semoga.
27 Juli 2020
0 Komentar
Hay! Salam Kenal :)
Pendapatmu tentang tulisanku...