Organisme Hidup Bernama Manusia



Aku tertarik dengan pernyataan Pak Cahyadi dalam buku beliau yang berjudul "Wonderful Family" yang berulangkali menekankan bahwa keluarga itu organisme hidup. Hehee, terdengar lucu. 'Organisme hidup'. Tapi memang benar. barangkali kita diingatkan dengan kalimat itu, bahwa organisme hidup terus berkembang dari waktu ke waktu. 

Begitu pula manusia. Dalam hidup kita akan menemui banyak orang baru, lingkungan baru, rentetan peristiwa yang mau tidak mau, sadar tidak sadar, merubah dan membentuk diri kita yang baru. Kita akan terus berkembang baik secara fisiologis, mental, selera, pola pikir, idealisme, dan sebagainya. Maka pekerjaan mencintai memerlukan kesadaran penuh bahwa kita pun perlu mengenal pasangan atau keluarga kita lagi dan lagi. Karena manusia terus tumbuh dan berkembang, dan mengenali menjadi upaya untuk mencintai tanpa batas henti.

Rupanya hal ini pula yang ditekankan oleh Kak Azhar Nurun Ala dalam bukunya 'Belajar Mencintai'. Dimana dalam pernikahan, perasaan jatuh cinta lambat laun akan menjelma menjadi pekerjaan mencintai. Dan pekerjaan mencintai menuntut kita untuk terus mengenali pasangan kita lebih dalam lagi.

Dengan upaya untuk terus mengenali, kita akan lebih bijak menghadapi drama-drama kehidupan seperti; "Sekarang kamu berubah!" atau "Kamu nggak seperti kamu yang ku kenal dulu lagi!" atau drama-drama serupa lainnya. Kita akan lebih mahfum terhadap perubahan-perubahan yang ada dalam diri pasangan atau keluarga kita. 

Bukankah tak ada perubahan yang terjadi secara instan? Pasti ada faktor-faktor yang menyebabkan perubahan tersebut. Mulai dari perubahan-perubahan kecil, hingga menjadi perubahan besar yang terkesan signifikan jika kita tidak menyadari dari awal indikasi perubahannya. Inilah pentingnya membangun komunikasi yang baik, agar kita dapat membersamai perkembangan psikis maupun fisiologis pasangan dan keluarga kita setiap harinya. Alih-alih menyalahkan, kita akan memilih mengenal lagi untuk lebih memahami, dan berkembang bersama menuju arah yang lebih baik.

Lalu bagaimana jika perubahan itu mengarah pada hal yang tidak baik? Disanalah peran kita, sebagai pasangan / sebagai keluarga, untuk mengingatkan. Tak jarang akan muncul keluhan, "udah nggak bisa diomongin lagi" atau "nggak mau dinasehatin" atau "udah nggak bisa diajak diskusi, bisanya marah-marah / bisanya nangis". Sebenarnya bukan seperti itu, mungkin kita hanya perlu menemukan cara yang tepat untuk menegur atau menasehati perubahan buruk pasangan atau keluarga kita. Bisa dengan memperbaiki sikap, gaya bicara atau menyusun tata bahasa agar tak terkesan menggurui. Semua itu bisa dilakukan dengan mengenali jalan menuju hati pasangan/keluarga kita masing-masing.

Jika kita membuat peta suatu kota yang kita kunjungi 10 tahun lalu, tentu peta tersebut sudah tidak relevan jika kita gunakan untuk menyusuri kota tersebut kembali sekarang. Banyak bangunan baru, gang baru, jalan tikus baru, pelebaran jalan, perubahan arus jalan raya, pembangunan stasiun, terminal, masjid dan sebagainya. Bahkan banyak pula bangunan-bangunan yang kini telah digusur. Mungkin banyak pula jalan tikus yang kini sudah ditutup. Kita akan terheran-heran pada perubahan antara kondisi real yang ada sekarang dengan peta yang kita buat 10 tahun yang lalu. Lantas bergumam "Wah, kota ini sekarang berubah total yaa.."

Berbeda dengan warga lokal yang tinggal disana. Mereka membersamai setiap perubahan kecil yang ada di kota tersebut. Mereka menyaksikan sendiri pembangunan stasiun baru, terminal, pelebaran jalan, perubahan arus, juga mengetahui setiap gang atau jalan tikus yang baru atau ditutup, bahkan mereka pun menyaksikan sendiri tumbuh kembang pohon yang ada di sepanjang pinggiran jalan alun-alun. Merekapun bekata, "ah tidak juga.. kota ini dari dulu ya begini begini saja."

Mungkin, begitulah maksud kenali peta kasih terbaru pasangan atau keluarga kita. Sebab mereka yang kita kenali sepuluh, sembilan, tujuh, lima ataupun satu tahun yang lalu tak akan sama persis seperti mereka dengan kondisi yang sekarang. Pasti banyak yang berubah. Seperti selera, kebutuhan, pemikiran, cita-cita dan sebagainya. 

Maka dari itu, alangkah lebih baiknya kita mulai membangun komunikasi yang berkualitas. Mulailah dengan meningkatkan intensitas obrolan setiap ada kesempatan. biacarakan apapun, tak perlu membatasi tema obrolan. Dengan begitu, kita dapat mengetahui apa yang ada dalam hati dan pikiran pasangan / keluarga kita. Kita juga dapat mengetahui bagaimana setiap perubahan perasaan dan pola pikir mereka. Sehingga, kita dapat terus membersamai setiap perubahan dan perkembangan kecil yang ada dalam diri mereka. Agar ketika jalan utama tertutup, kita tidak bingung dan kelabakan. Karena kita mengetahui gang-gang kecil dan jalan tikus yang ada menuju hati pasangan / keluarga kita.





June 27th, 2020.




0 Komentar