Masihkah Aku Ada Dalam Doa-Doamu?

Masihkah namaku terselip dalam doa-doamu? Masihkah aku mengisi kekosongan hatimu? Telah adakah wanita lain yang bertahta disana? Masihkah kau mengingatku?—walau sekedar kilasan bayanganku saja.
          Aku selalu berusaha memasung rindu yang menggebu, memenjara setiap keinginan agar kau tau perasaanku demi menjaga kehormatan diri serta gelar yang ku sandang sejak lahir ini—seorang muslimah.
          Kau tau bagaimana rasanya? Apa bedanya hidup dan mati?
          Tentu kau tau bagaimana aku yang dulu, maksudku kita yang dulu. Tiada hari tanpa saling memberi kabar. Tiada hari tanpa saling memberi perhatian. Sekarang, coba kau lihat. Bagaimana kita yang sekarang. Hanya seminggu sekali atau paling tidak dua sampai tiga kali seminggu kita berkomunikasi—memang ini yang ku harapkan, agar iffah dan izzah kita lebih terjaga.Ya, memang jarang. Hanya untuk sekedar saling menyapa, menanyakan kabar, dan selesai. Bagiku—lebih tepatnya—hanya untuk sekedar tau bahwa kau baik-baik saja, ya.. bagiku itu lebih dari cukup.
          Berdusta aku jika ku katakan baik-baik saja menantimu disini. Sekuat apapun aku berusaha untuk membohongi diriku sendiri, hatiku terlalu jujur menerjemahkan semua. Semacam ada rasa ketakutan dan kekhawatiran yang tidak bisa, datang tanpa ampun menghujam jiwaku yang rapuh.
          Tolong kuatkan aku, aku tak ingin lagi membuat-Mu cemburu Ya Rabb. Jagalah hati dan pikiranku dari bayang bayangnya.
Untuk kesekian kalinya pertanyaan-pertanyaan itu kembali hadir dalam hening malamku. Sedang apa dia? Apa dia baik-baik saja? Apa kabarnya? Apa kabar hatinya? Apa kabar imannya? Apa dia mengingatku? Apa dia juga merindukanku? Apa dia merasakan pula kegelisahan yang menggangu malam-malam yang seharusnya dihiasi mimpi-mimpi indah Ya Rabb?
Aku rindu.... hatiku merintih. Hanya mampu merintih.
Ya Allah.. Kuatkan daku dalam penantian ini.

Untuk mu,

29 Maret 2016

0 Komentar